
SUKOHARJO – Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah III Kedeputian Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK memberikan pembekalan pada seluruh anggota DPRD Sukoharjo, Jumat (25/10).
Kegiatan digelar di Ruang Rapat Paripurna DPRD Sukoharjo dan dipimpin Ketua DPRD Sukoharjo, Nurjayanto yang didampingi tiga pimpinan DPRD lainnya.
Dalam kesempatan tersebut, KPK memberikan meteri terkait dengan korupsi sekaligus titik-titik rawan korupsi. Di antaranya di pembagian dan pengaturan jatah proyek, uang ketok pembahasan dan pengesahan APBD, dana aspirasi dan lain sebaainya.
Juga dijelaskan bagaimana modus korupsi yang selama ini terjadi. Di antaranya, penyalahgunaan jabatan, korupsi pada momen elektoral dan korupsi pada momen pembuatan kebijakan.
Dalam kesempatan tersebut juga dijelaskan menganai jenis tidan pidana korupsi berasarkan UU 31/1999 jo.UU 20/2001, dimana korupsi dirumuskan dalam 30 jenis, dikelompokkan menjadi 7 kelompok besar.
Di antaranya, kerugian keuangan negara, penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, pemerasan, gratifikasi suap menyuap, benturan kepentingan dalam pengadaan dan tindak pidana lain yang berhubungan dengan korupsi.
Dalam konteks perencanaan dan penganggaran, KPK menjelaskan, ada istilah pokir. Yakni salah satu cara mengalokasikan aspirasi masyarakat ke dalam APBD melalui peran aktif anggota DPRD.
Modusnya, pimpinan dan anggota DPRD meminta kepala derah untuk memberikan uang suap (pokir) agar dilakukan pembahasan APBD maupun APBDP hingga pengesahannya.
Anggota DPRD mengepul aspirasi melalui ‘makelar’ dan melakukan ijon-potong 20 persen (Belanja hibah, belanja Bansos, BKK dan belanja lainnya).
Kontraktor melakukan pendekatan dan memberikan uang suap kepada pimpinan DPRD agar memasukkan anggaran atas proyek yang dikehendaki. DPRD merangkap kontraktor dalam menentukan dan melaksanakan proyek proyek di pemerintahan. **
*humas DPRD Sukoharjo