
SUKOHARJO – Perwakilan pegiat LSM dan aliansi masyarakat melaporkan dugaan penggelembungan dana rehap rumah di sejumlah wilayah pada DPRD Sukoharjo, Kamis (16/9/2021).
Kedatangan mereka diterima oleh Anggota Komisi IV dan Pimpinan DPRD. Merekapun lalu melakukan hearing di ruang rapat C Gedung DPRD Sukoharjo. Dableg, salah satu pegiat LSM mengatakan, pihaknya menemukan ketidakberesan di lapangan terkait program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) senilai Rp 20 juta.
Sebab kenyataan di lapangan, nilai barang yang dibelanjakan tidak sesuai kenyataan. Dia mencontohkan harga batako yang hanya Rp 2.200/biji dalam kuitansi tertulis Rp 2.700. Begitu juga dengan material pasir yang tidak menggunakan ukuran kubik, tetapi rit.
Padahal secara aturan adalah kubik. Hal senada juga disampaikan Slamet Goteres. Dia mengaku punya bukti terkait dengan ketidakberesan tersebut.
“Ada yang sudah diberi kuitansi tetapi ditarik kembali lalu diganti harganya. Ada juga yang hanya nota kosong,” ujarnya.
Menurut mereka, dalam kasus ini, ada salin glempar tanggungjawab antara Tim Fasilitator Lapangan (TFL) dan pihak desa (lurah). Sebab saat ditanya mengenai hal itu tidak ada yang menjawab jelas.
“Toko bangunan yang menjadi patner dalam hal ini juga ada yang tidak punya NPWP. Ada juga penerima yang dipotong Rp 250 ribu dengan alasan, untuk biaya administrasi dan ongkos wira-wiri,” imbuhnya.
Atas kejadian tersebut mereka meminta agar DPRD bertindak dan meminta agar hak penerima bantuan dikembalikan. Sebab mereka yang sudah mendapat bantuan itu seharusnya menerima penuh.
Joko Cahyono, pegiat LSM lainnya meminta DPRD turun ke lapangan agar persoalan tersebut tidak terjadi di kemudian hari. Sebab penerima bantuan bedah rumah itu banyak sekali di Sukoharjo.
Terkait dengan hal itu Ketua DPRD Sukoharjo Wawan Pribadi meminta Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Perkukiman, Suraji mengatakan, sudah mendapat laporan terkait kejadian itu.
Pihaknya sendiri dalam kasus ini tidak punya kewenangan apa-apa selain mengusulkan para penerima ke Pusat. “Saat sudah ditetapkan oleh Kementerian PUPR, kami sudah tidak punya kewenangan dalam BSPS ini,” jelasnya.
Tetapi memang, secara aturan setelah ada penerima TFL membuat kelompok penerima untuk selanjutnya melakukan survey ke calon toko untuk mencari harga bahan yang termurah tetapi memenuhi spek.
“Kalau ada pemotongan saya tidak yakin karena dana itu langsung ke rekening penerima. Total dananya Rp 17,5 juta untuk material, seangkan Rp 2,5 juta untuk tenaga kerja.”
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Wawan Pribadi meminta data secara rinci dugaan pelanggaran tersebut utnuk nantinya akan ditelaah bersama Komisi IV DPRD. Setelah itu pihaknya juga akan turun ke lapangan untuk mengecek apakah yang disampaikan oleh LSM benar terjadi di lapangan.
“Kami butuh data resmi yang akan digunakan sebagai acuan. Setelah itu kami akan rumuskan dan ke lapangan untuk memastikan kebenaran informasi tersebut,” tegas Wawan.
**Humas DPRD